Rabu, 15 Januari 2014

Review Buku Penjaja Cerita Cinta @edi_akhiles

      
Judul          : Penjaja Cerita Cinta

Penulis       : @edi_akhiles

Penerbit   : DIVA Press, Yogyakarta

Cetakan 1  : Desember 2013

Tebal         : 192 halaman

Penjaja Cerita Cinta bukanlah sebuah novel, bukan pula sebuah kumpulan puisi, namun buku ini berisi cerpen-cerpen karya Pak Edi Mulyono. Siapa yang tak tahu dengan beliau? Pak Edi sendiri adalah penulis yang merupakan bagian dari Angkatan Sastra Indonesia tahun 2000, penerima Anugerah Pegiat Sastra di Yogyakarta, karyanya sudah banyak dimuat di media massa, serta beberapa cerpennya masuk ke dalam banyak antologi cerpen sastra. Selain itu, buku Pak Edi pun sudah menyebar luas di banyak toko buku se-Indonesia. Dan jika kalian tahu penerbit Diva Press, nah beliau adalah CEO di sana, sekaligus rektor #KampusFiksi, event Diva Press yang sedang banyak digandrungi para penulis dan calon penulis di negeri ini.
    
Penjaja Cerita Cinta mungkin bisa disebut karya Pak Edi yang paling lengkap yang saya sukai. Gaya menulis Pak Edi dan tehniknya yang beragam terlihat jelas dan detil. Profesionalisme seorang penulis tentu dimiliki oleh beliau, terbukti lewat kumpulan tulisannya di buku ini.
     Penjaja Cerita Cinta terdiri dari 15 cerpen, seperti kata beliau sendiri, sebagian cerpen di dalam buku ini sudah pernah dipublikasikan di blog dan koran. Dalam setiap cerpennya, Pak Edi bisa dibilang 'terlalu lihai' menyempilkan pesan sekaligus kisah yang luar biasa, tak terduga, namun berakhir dengan tiba-tiba (lho?).

     Pak Edi.... Kenapa mesti singkat-singkat sih ceritanya? Cerpen-cerpennya seru lhoooooo :3

     Gaya menulis Pak Edi memang patut diacungi jempol. Bagi saya sendiri, penulis bisa dibilang sangat hebat dilihat dari betapa indahnya rangkaian kalimat yang ia ciptakan, Pak Edi salah satunya. Dan jika kita bandingkan dari satu cerpen ke cerpen lain, ada banyak perbedaan gaya kepenulisannya itu. Ide dari tiap cerpennya pun bisa dibilang out of the box, Pak Edi begitu berani memasukkan hal-hal yang bahkan kita belum pernah terpikir untuk mengangkatnya menjadi sebuah kisah yang bisa jadi sangat menarik.
     Membaca buku ini, saya seperti diajak untuk bermain-main dengan imajinasi Pak Edi, membayangkan setting ceritanya, ikut masuk ke dalam kisahnya, merasakan, dan yang terakhir, menerka-nerka sendiri maksud yang ingin beliau sampaikan. Benar jika diingatkan bahwa kita harus membaca semua kisah dalam buku ini sampai tuntas, karena kita malah bisa ketinggalan detil yang memperkuat makna tersembunyi di sana. Dan menurut saya sendiri, bisa banyak kesimpulan yang bisa kita ambil, meski itu belum tentu sama dengan apa yang Pak Edi ingin sampaikan kepada kita sebenarnya.
      Baiklah, berikut ini saya gambarkan sedikit saja isi dari Penjaja Cerita Cinta:

1) Penjaja Cerita Cinta (Kesetiaan, Rindu, Perpisahan, dan Kenangan)
    Janganlah kau tanya, sudah berapa tahunkah Senja menyetiai senja dan kenangannya, atau, sampai kapan Senja akan mampu meluruhkan kenangannya pada senja, karena pastilah kau hanya akan disepuh kekecewaan yang tak sanggup kau cerna rahasianya.
     Cerpen ini sangat panjang (lho?), karena di dalamnya terdapat pula tiga cerpen yang disajikan begitu indah dalam balutan sastra yang otomatis membuat kita terombang-ambing dengan kisahnya yang haru. Serta setting dan detilnya muncul begitu saja di otak saya, hingga saya seperti melihat bagaimana megahnya kediaman milik Bu Sri, bagaimana baju yang sedang beliau pakai, begitu pula untuk si Penjaja Ceritanya sendiri, kemudian Senja dan kamarnya lengkap dengan lukisan dan lampu minyak, kedua orangtuanya, lalu deburan ombak di laut yang diselimuti balutan senja.
      Cerita ini bisa bermakna banyak, sebagaimana Pak Edi kemudian melengkapi kisah Senja dengan kisah Bu Sri serta si Penjaja Cerita sendiri. Kemudian, yang menarik lagi adalah ketika lampu minyak bercengkerama dengan lukisan dan api di kamar Senja, saya tiba-tiba menyaksikan kejadian itu. Ada penantian, kesetiaan, dan penderitaan yang belum tersembuhkan. Eh... Lalu ada konten dewasa pula di sini... (wohooooo..). Lalu secara tak sengaja, karena hampir setiap kali membaca cerita maka saya akan merasa masuk ke sana... (duhhh..).

2) Love is Ketek!
     Ah, cewek, cewek. Juara banget jorokin cowok ke sudut-sudut terjal "rasa bersalah", untuk kemudian merasa senang bahagia, lalu punya senjata untuk di kemudian hari kembali mengangkat masalah lama, yang intinya adalah untuk "kemenangan dia". Kayak main bola aja sih cinta di tangan cewek begituan...
     Dari cerpen berbalut sastra, beralih ke cerpen yang satu ini. Bahasanya jauh beda, gaul, khas anak muda. Jika sebelumnya kita tak tahu kalau Pak Edi yang membuatnya, pasti mengira kalau penulisnya adalah seorang anak muda pula.
    Ya, pintarnya Pak Edi, sampai memasukkan nama panggilan macam 'Ve' yang memang sedang populernya dipakai anak muda yang nama aslinya terselip 'Ve' biar di awal, tengah atau ujung (haaaa..). Namun kacaunya, nama si tokoh ini malah 'Parmini'. Cerita ini menggambarkan kegalauan seorang cowok terhadap tingkah ceweknya yang lumayan aneh. Singkat namun menggelitik.

3) Cinta yang Tak Berkata-kata
     "Setiap kata selalu memproduksi makna yang berbeda. Kadang, bahkan kata mendustai makna dirinya sendiri. Semakin terulang sebuah kata, semakin terkikislah maknanya, semakin terdustakanlah makna aslinya..."
     Cerpen ini bisa dikategorikan semi-satra? Beberapa rangkai kalimatnya berbalut sasta, namun ada pula dengan bahasa yang santai, karena dilihat dari isinya pun mengisahkan percintaan antara dua dewasa muda yang akhirnya mempertanyakan kekuatan hubungan mereka. Ya, 'pengulangan' memang membosankan, begitu pula kata-kata yang terus diulang bak sedang memutar kaset tanpa bisa melihat aksi si penyanyinya sendiri. Kisah yang 'nyata' dan disajikan dengan ending yang lucu, benar-benar berbeda dengan cara Pak Edi menuliskan awalnya.

4) Dijual Murah Surga Seisinya
     Ya Allah, jika memang kini harga surga sudah diobral sedemikian murahnya, berarti Vario ini saja sudah lebih dari cukup untuk menghantarku dan istriku masuk surga. Apalagi jika semua nilai kendaraan ini diuangkan, bukankah penduduk sedesa Jomblangan ini akan masuk surga semua?!
     Bagaimana perasaanmu jika tiba-tiba di jalan, seseorang menghampiri dan berkata bahwa surga dan isinya dijual dengan harga yang murah saja? Maukah kau membeli surga? Lalu.. Sesungguhnya apakah kau sanggup dan pantas memiliki surga?
     Hmm, pasti ini membingungkan bagi yang belum membaca keseluruhan kisah ini, tapi tidak mungkin pula saya menuliskan detilnya lewat post ini. Cerita ini terlihat seperti curhatan kisah nyata Pak Edi, kenapa? Karena tokohnya sendiri bernama Edi, dengan istri bernama May, lalu anak lelakinya yang bernama Gara. Well, jika ini adalah kisah nyata, bisa jadi Pak tua yang memberitahunya cara membeli surga itu utusan seperti malaikat? Hmm..sangat menarik!

5) Menggambar Tubuh Mama
     Mama diam saja, dengan ekspresi yang sama seperti kemarin sore jelang Maghrib saat kepalanya menggelinding ke ujung kakiku: mata yang tak sempurna mengatup, juga bibirnya yang penuh luka akibat tamparan dan poporan senjata yang sedikit terbuka.
     Nah, tibalah kita ke sebuah cerpen yang menurutku paling menguras emosi dibanding cerpen lain di buku ini. Bagaimana tidak? Dari paragraf pembukanya saja sudah menyuguhkan sesuatu yang sangat berani, begitu pula paragraf-paragfraf berikutnya, disusul pernyataan-pernyataan berani lainnya.
     Banyak sekali tanda tanya bermunculan di benak saya ketika menikmati rangkaian kalimat yang diciptakan Pak Edi ini. Ada banyak yang ingin saya ketahui, pesan sesungguhnya dan arti pernyataan yang beliau sisipkan, ya karena tiap manusia punya persepsi yang berbeda apalagi jika hanya melihat sekilas. Jika boleh saya meminta, saya ingin perpanjangan dari cerita ini, atau kisah serupa, sangat menggelitik dan penuh misteri.
   Satu lagi, pernah saya membaca seseorang menulis dalam blognya (review) tentang cerpen ini, menyatakan bahwa seorang tokoh anak kecil bagaimana bisa dengan begitu beraninya, tanpa rasa takut menyaksikan ibunya dipenggal lalu kepalanya menggelinding? Hmm..bukankah cukup tegas Pak Edi melukiskan keberanian ibu dan ayah sang anak yang rela mati demi sebuah pendirian?

6) Secangkir Kopi Untuk Tuhan (In Memoriam 58 Super Sic)
     Dan selalu saja semua takkan pernah sama lagi setiapkali ada seseorang yang pergi dari kehidupan ini. Takkan pernah ada sehelai nama pun yang mampu menggantikan posisi siapa pun yang pergi menuju-Nya, termasuk kepergian Super Sic.
     Lagi, tokoh utama cerpen ini bernama Edi. Ya, saya nggak tahu ini curhatan beliau atau bukan, yang jelas cerita ini bisa membuat pembaca terenyuh, terdiam, sekaligus cerita yang gila! Tak bisa dibayangkan campur-aduknya perasaan seseorang yang melihat secara langsung bagaimana nyawa sang idola melayang di depan mata. Wajar saja jika seseorang bisa melakukan 'hal gila', mempersembahkan secangkir kopi untuk Tuhan sebagai tanda betapa kecewanya karena sang idola dipanggil dengan begitu cepat dan di arena yang menjadi saksi sepak terjangnya sebelum almarhum wafat.
   Membaca cerita ini, saya tiba-tiba berada di arena sirkuit Sepang, menonton dan menyaksikan tergelincirnya Simoncelli, sekaligus mengikuti tokoh utama masuk ke bus bersama rombongannya, lalu ke masjid.

7) Tak Tunggu Balimu
     Awalnya, melihat judul cerpen ini imajinasi saya lari ke konteks yang benar-benar menyimpang. Saya pikir akan diceritakan sebuah penantian seseorang terhadap kekasihnya... Haaaa....
    Kisah yang disajikan dengan bahasa gaul diselipkan di sana-sini ini menceritakan tentang kekesalan seseorang yang lagi-lagi bernama 'Edi' terhadap temannya yang sering mengejeknya karena suka memutar lagu 'Tak Tunggu Balimu'. Ya, ternyata adalah judul sebuah lagu dangdut koplo yang berbahasa Jawa.
    Baiknya, Pak Edi menyelipkan sebuah teori dari Paul Ricoeur di dalamnya. Sungguh penyajian yang kreatif sekaligus jenius, pembaca tidak hanya menikmati curhatan si tokoh utama namun bisa menambah ilmu yang sangat berguna.

8) Cinta Cantik
     "Cinta itu meliputi semuanya, plus-minusnya, kecantikan dan sekaligus ngilernya! Pesonanya dan sekaligus emosinya! Komplit, sepaket itu, luar-dalam. So, jangan kau bilang cinta dulu deh bila kenal aja belum, tahu kepribadiannya aja belum, keturunan siapa aja belum. Ah, palsu banget sih lu!"
     Hmm..ya saya setuju sekali dengan ungkapan-ungkapan yang disampaikan seorang sahabat si tokoh utama yang keduanya tak tahu bernama siapa ini. Cinta bukan saja dinilai dari fisik, tapi mencakup semuanya, apakah masih bisa mencintai kekurangan di atas kelebihan seseorang. Mungkin kritik saya untuk cerita ini adalah pada pesan panjang-lebar dari si sahabat yang hampir memenuhi setiap halaman. Terakhir, ya..semoga orang-orang yang gampang jatuh cinta melalui pandangan pertama saja, misal: gara-gara lihat foto profil facebook, avatar akun twitter, atau display picture BBM bisa 'think again'.

9) Tamparan Tuhan
     "Bila semua orang yang merasa terdzalimi bermunajat pada Tuhan agar lara hatinya terbalaskan, dikabulkan oleh-Nya, sungguh semua orang akan tertampar oleh lakunya sendiri sebagai tamparan cermin kehidupan, tamparan Tuhan. Tetapi Tuhan selalu tahu membedakan mana munajat yang berwelas kasih pada-Nya, mana munajat yang penuh durja atas nama keterdzaliman."
       Kembali lagi tersaji kisah luar biasa dengan balutan sastra dan sarat akan pesan makna. Benar apa yang ada dalam kisah ini, banyak sekali kita temui dalam kenyataan sehari-hari. Tuhan Maha Mengetahui isi hati seseorang, setiap doa, mau dengan bahasa apapun jika tidak diawali dengan niat yang bersih pun Tuhan berkuasa untuk menolak. Ya, semoga yang membaca cerita ini mampu menerapkan pesan dari penulis dalam kehidupannya, dan semakin percaya akan kekuasaan Tuhan.

10) Abah, I Love You...
      Kini, saat kuperhatikan garis wajahnya, kusadari abah kini telah tua. Tidak ada lagi wajah karangnya, tulang betonnya, tangan besinya. Yang kutemukan kini di wajahnya adalah lukisan ketenangan. Seperti telaga, airnya sama-sekali tak beriak.
      Membaca cerpen ini, saya melihat betapa cintanya seorang anak kepada bapaknya, ya, dari awal, meski di sana-sini terdapat ungkapan kebencian dan kekecewaan sang anak terhadap perilaku keras si bapak. Saya ingat bapak saya di rumah (hihi). Semakin yakinlah kita bahwa tidak ada orangtua yang jahat kepada anaknya sendiri (kecuali memang nggak waras), setiap orangtua pasti akan mempersiapkan anaknya untuk kelak menjadi orangtua pula bagi anak-anaknya, meniti kehidupan rumah tangga dan bersaing dalam gonjang-ganjing kehidupan.      
     Dilihat dari keseluruhan cerita, berisi curhatan dan juga pencitraan watak si Abah yang diungkapkan dengan baik dan indah, hanya saja ada beberapa paragraf yang terlalu panjang (tidak hanya di cerpen ini saja sih).

11) Cerita Sebuah Kemaluan
    "Kita mau hidup gimana coba kalau kita menanggung malu yang tak bisa disembunyikan lagi? Kemana-mana jadi nggak nyaman, nggak eksis. Bukankah lebih baik mati to? Manusia mati meninggalkan nama itu, maksudnya ya nama kemaluannya itu. Bagus tidak reputasi nama kemaluannya dalam menjaga malunya itu kan?"
     Kalau lihat sekilas dari judulnya saja pasti sangat membingungkan. Gila! Mungkin sepengetahuan saya, baru kali ini ada penulis yang mengangkat tema 'kemaluan' ke dalam ceritanya. Hmm... Jangan dilihat dari 'bagaimananya' tapi ambillah makna dan pesan dari cerita ini, ada beberapa kalimat yang bisa dipetik untuk jadi pencerahan kita.

12) Munyuk!
      Sebagaimana cerita pada umumnya pasti menawarkan konflik, ya begitulah di sana-sini cerpen berjudul 'Munyuk!' ini. Kisah singkat bahkan terasa amat singkat ini menceritakan kehidupan rumah tangga pasangan yang tak harmonis. Ada penggambaran seorang istri yang takut kepada suami bahkan taat, namun malah dibodoh-bodohi oleh sang suami. Padahal jika kita lihat dari judul, hmm... tertipu saya! Saya kira akan mendapat cerpen ala remaja lagi..muehehe....
      Hmm..well, saya merasa kisah ini belum memiliki ending....

13) Lengking Hati Seorang Ibu yang Ditinggal Mati Anaknya (In Memoriam Lik Adnan)
    Hmm..tak bisa berkomentar banyak mengenai cerita ini. Yang jelas, semua bukti cukup untuk menyatakan bagaimana besarnya kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Tak usah jauh-jauh, saya yang melihat perkembangan kucing saya dari dia kecil sekali, sampai dia diambil lagi oleh yang kuasa, ya cuma seekor kucing, sedih minta ampun saya kehilangan dia. Dan suatu ketika juga, kucing saya tiga anaknya yang masih bayi umur semingguan mati semua, betapa pilu ia meraung-raung, ya padahal dia kucing lho bukan manusia.
   Seorang ibu, yang merawat anaknya sejak masih janin, dalam kandungan, melahirkannya, membuainya sampai dewasa, betapa beratnya perasaan ibu, pasti jika mesti kehilangan buah hatinya. Ya, bagaimanapun juga, saya yakin bahwa kasih ibu jauh berlipat-lipat besarnya dibanding kasih anak kepada ibunya.

14) Aku Bukan Batu!
      Sungguh aku tak sudi ditiadakan pada suatu masa, egoku dilumatkan begitu saja tanpa bekas. Tolonglah Tuhan, jangan perlakukan aku seperti batu, sebab aku bukanlah batu yang tak berperasaan, tak berego, tak bercinta!
      Lagi, kita diberi kisah yang hampir serupa dengan 'Tamparan Tuhan'. Nah, saya dikejutkan lagi dengan tokoh utama menyebut namanya sendiri, Edi (wohoo). Apakah ini curhatan Pak Edi? Hmm..ya, ada kalanya kita sebagai manusia merasa bahwa Tuhan itu tidak adil, malah kita menuntut Tuhan.. Saya teringat film layar lebar yang dibintangi Aming, yang judulnya saat ini saya lupa...
      Seperti yang dilihat dari ending cerita ini, tetaplah kita mesti berserah pada Tuhan.

15) Si X, si X, and God
      Cerita ini berisikan hanya dialog yang menurut saya hanya melibatkan dua orang, si X dan si X, lalu di mana God-nya? Hehe.. Eh, Tuhan kan ada di mana-mana ya? *ditampar*. Saya juga sempat kebingungan dengan urutan dialognya, lupa yang mana bagian dialog siapa. Tapi pada akhirnya saya mengerti inti dari pembicaraan kedua orang ini.
     Si X bukan hanya memberi pencerahan dan nasihat kepada si X, lalu bukan hanya si X yang seharusnya bisa menangkap maksud dari pesan si X, tapi kita juga kan?

     Well, selesailah semua cerpen saya komentari. Semuanya saya suka! Sip! Dan, terakhir ada bonus dalam buku ini yaitu tips menulis: 'Hindari Dosa-dosa PREETT ini dalam Menulis (Catatan Mereview Banyak Karya yang PREETT)'.
     Akhirnya, saya ucapkan terima kasih pada Pak Edi karena telah mengirimi saya buku ini, memberi saya banyak ilmu yang terselip di dalamnya, lalu diberi kesempatan untuk mengikuti Lomba Reviewnya. Sebenarnya tidak perlu lomba pun saya akan bikin review buku yang sudah saya baca (hanya kadang bawaan malas jadi telat mulu).
      Lagi, saya ungkapkan bahwa saya suka buku ini. Hanya saja, saya kurang suka covernya yang seperti buku pelajaran anak-anak (heee bukan maksud apaan ya) mengingat kisah-kisah di dalamnya yang keren sekali. Lalu design bagian dalamnya, yang ada gambar-gambar itu juga menurut saya kurang cocok, mungkin bisa lebih disesuaikan dengan isi ceritanya. Karena di sini ada kisah yang haru, lucu, campur-campur, maka agak aneh, mungkin jika disesuaikan gambarnya, ilustrasinya dengan isi cerita maka akan semakin kerenlah buku ini :) :) :)
      Bagaimana untuk yang baca review dariku ini? Penasaran dengan isi buku ini kan? Ya, saya sengaja cuma gambarin potongannya aja karena buku ini harus kalian miliki :p
       Akhirnya, saya tutup dengan penganugerahan empat setengah dari lima bintang untuk buku ini!!!




Tidak ada komentar:

Posting Komentar